Bagimana menurutmu tentang sebuah pernikahan?
Ya ya ya, aku selalu bermimpi menikah. Aku selalu bermimpi akan mengalami pernikahan di atas sebuah bukit dengan pemandangan indah, atau mungkin pada pesisir tepian pantai? What a wonderfull wedding. Atau honey moon dengan suami ke Paris, menikmati sunset di Shine River, menikmati fullmoon yang seolah berada di ujung menara Eiffel, atau berjalan dan menitipkan gembok dengan namaku dan suamiku nanti di jembatan Ponts Des Art. Iya, indah kan? Merasakan musim di Negara paling romantis sedunia. Oh, atau honeymoon di Barcelona. Iya, menonton match team favoritku disana bersama sang suami.
Hahahaa... Sometimes, seseorang bilang sama aku untuk selalu bermimpilah yang luar biasa. Tak apa orang lain mengejek mimpimu, tapi kamu harus selalu percaya bahwa Tuhan maha pengabul doa. Tak ada satupun doa yang tidak dikabulkannya. Atau jika tidak, kau akan diganti yang lebih baik.
Sebentar, bukan itu yang akan aku ceritakan. Bukan mimpi-mimpiku tentang pernikahan. Tapi pernikahan tentang seseorang yang biasa kupanggil dia 'Mas'.
Sosok berkulit sedikit hitam itu nampak tidak seperti biasanya. Tidak seperti hari-hari biasanya, dia tidak memakai kaos lalu berkutat dengan cuci steam yang dibukanya kecil-kecilan di rumahnya. Laki-laki itu tampak paling berwibawa di antara kerumunan ibu-ibu dan bapak-bapak yang sibuk membawa barang seserahan. Jas hitam yang melekat di bahunya tampak sedikit kebesaran, tapi tidak mengurangi raut wajah bahagianya pagi itu. Rambutnya yang hitam tidak dibiarkannya dilihat banyak orang, ia menaruh sebuah peci berwarna hitam disana. Ia memakai sepatu hari itu, bukan sendal jepit seperti hari-hari biasa saat kulihat dia dirumah.
Aku mendekat. Memperhatikan keringatnya yang mulai bercucuran. Pagi itu teduh, bahkan matahari masih malas-malasan. Tampak ketegangan mulai menghiasi raut wajahnya. "Bagaimana? deg-degan tidak?" kataku tanpa suara. Aku meletakkan kedua telapak tanganku di dada dan membawanya maju, kemudian menempelkannya kembali di dada.
Lelaki itu mengangguk. Tidak bersuara. Tapi dari bibirnya tersungging sebuah senyum memperlihatkan deretan gigi yang tidak beraturan.
Aku menepuk bahunya, memintanya untuk tenang dengan bahasa isyarat.
Hari itu hari bahagianya. Hari itu dia akan menikah. Ya, menikahi seorang gadis yang telah ia pacari hampir 9 tahun (menurut cerita). Setahuku, keduanya saling mengenal saat masih duduk di bangku TK di sekolah.
Tanganku terulur meraih satu seserahan yang berisi kue kering. Tersenyum memperhatikan jajaran seserahan yang ada disana. Suatu saat nanti aku yang akan menerimanya, entah siapa yang akan membawakan, batinku.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai di tempat sang mempelai wanita. Wanita itu sangat cantik dengan gaun pengantin berwarna putih, jilbab dan bunga yang menghiasi kepalanya, juga tatanan make up yang tidak terlalu berlebihan. Tentu saja setiap wanita selalu ingin tampil sempurna di hari bahagianya. Tentu saja.
Sebentar lagi akad nikah akan dimulai. Semua sudah siap pada posisi masing-masing. Lelaki yang kupanggil mas duduk di antara ayah dan calon istrinya. Kemudian dibatasi meja kecil, bapak penghulu bersiap menyalami ayah dari sang lelaki untuk mewakili ijab kabul. Kalimat ijab kabul itu terdengar sangat syahdu dan seketika membuat bulu kudukku merinding. Lelaki itu melirik anak lelakinya yang mengangguk tanda setuju. Kata-kata sah kemudian mengisi seisi ruangan.
Sudut mata orang-orang terlihat berair mengiringi berakhirnya masa lajang sang pengantin. Aku melirik keduanya, dan menyadari betapa hebatnya kuasa Tuhan menyatukan dua anak manusia ini.
Ada yang aneh dari ceritaku? Kenapa harus sang ayah yang mewakili kalimat ijab kabul? Ya, karena lelaki yang aku panggil mas ini memiliki kekurangan, ia tidak bisa berbicara seperti orang yang lainnya. Begitupula calon istrinya. Itu mengapa aku bilang kuasa Tuhan sangat besar.
Kadang, aku selalu banyak menuntut pada Tuhan untuk memberikan lelaki yang sempurna. Ya, tampan, kaya, pintar, tanggung jawab, soleh, dan pekerja keras. Bahkan untuk urusan sukupun aku meminta untuk mendapatkan suami orang Jawa atau Arab. Lucu ya, padahal aku sendiri tidak sesempurna wanita-wanita yang pantas menyanding laki-laki seperti di impianku. Jauh dari semua harapanku pada sosok laki-laki yang akan menjadi imamku nanti, aku bahkan terkesan mengecilkan yang lain. Naudzubillah min dzalik.
Kita tidak akan pernah tau seperti apa jodoh kita nanti. Kita tidak akan pernah tau, milik siapa sebenarnya tulang rusuk ini? Kita tidak pernah tau siapa yang ditulis Tuhan untuk menemani sisa-sisa usia kita pada bukunya yang bernama takdir? Semua sudah Tuhan siapkan dengan sangat matang. Tidak hanya kepada orang-orang cantik, tampan, kaya, atau pintar tapi kepada semua umatnya, tanpa terkecuali.
Aku beritahu ya, jalan Tuhan selalu indah. Tidak pernah tidak. Apa yang Tuhan tetapkan itu yang kamu butuhkan. Jalani, dan syukuri. Seburuk apapun keadaan fisik kamu, sekurang apapun keadaan hidup kamu, sekelam apapun masalah kamu, Tuhan baik sama kamu. Kamu ingin suami sempurna? sempurnakan dirimu dahulu.
Mengutip tweet @luluiii , benahi dirimu karena jodohmu adalah cerminanmu.
No comments:
Post a Comment