Sunday, February 22, 2015

Sehangat Kopi Kita

Senyumnya masih sama. Hangat. Tak berubah sedikitpun tiap getar yang pernah ditaruhnya dahulu. Hanya saja tak lagi berbinar pada mataku saat kulihat lagi dirinya. Setelah rentang jarak dan waktu yang aku hanya tau kita masih berada di bawah langit yang sama, meski menebak-nebak kau dimana.

Melihatmu seperti sekarang seharusnya sudah kuduga sebelumnya. Pencapaianmu yang tidak seperti laki-laki di usiamu kebanyakan memang selayaknya menjadi kekaguman setiap kaum hawa.Kau seperti biasanya, tidak terpengaruh apapun. Tak gila harta dan tahta, tidak berubah, tetap ramah.

Bibir bawahmu itu loh yang masih sama. Meski perubahan di wajahmu sangat mencolok, tapi tidak dengan bibir tebalmu yang selalu menawarkan sunggingan senyum pada siapapun yang kau temui. Kau ramah pada siapapun, termasuk aku yang pernah menyalahartikan itu.

Hay... Lima tahun bukanlah sebentar. Dengan hidup masing-masing kini kita berjalan. Tak ada sedikit juga niat untuk meninggalkan apa yang sedang diperjuangkan. Meski telah kembali menemukanmu dalam nyata bukan lagi lamunan panjang. Kau dengannya bukanlah apa yang ingin kupisahkah. Justru dari hati yang paling dalam terlantun doa agar senantiasa kalian bersama. Semoga aku dengannya yang menemaniku berjalan saat ini pun bisa demikian seperti kalian.

Jika seseorang membaca ini, mungkin mereka akan menertawaiku. Mereka pikir aku masih meretas harapan pada apa yang seharusnya kutinggalkan jauh sebelum sekarang. Tenanglah, itu tidak akan. Tapi anehnya beberapa waktu lalu aku sempat memimpikanmu berulang, dan ketika kubangun kau nyata ada pada layar yang kupandang. Sugesti itu masih terus ada.

Pada setiap sudutmu kukagumi kau tetap seperti yang dulu, hangat. Sehangat sruputan kopi yang pernah kita minum secangkir berdua kala itu. 

No comments:

Post a Comment