Wednesday, September 12, 2018

Kunamai kau Bijakku

"Jika wanita melakukan hal yang menurutmu fatal, ajari dia dengan kehilangan."-anonim.

Membaca tulisan di atas, saya teringat pada salah satu teman lelaki. Akan saya sebut ia si Bijaksana, sama dengan namanya, Bijaksana dan Setia. Mungkin Ibunya menitip doa dari namanya.

Orang ini, mungkin perantara Tuhan untuk mengajarkan saya banyak hal. Dia tidak pernah marah bahkan berbicara keras sedikitpun. Tiap kali saya kesal, dia melunakkan saya dengan nasihat, tidak pernah membantah apa ucapan saya, dia selalu punya cara menyampaikan sesuatu yg salah dari saya dengan tidak menyakiti sedikitpun. Dia bicara dengan lembut. Dia bahkan pernah hampir berair mata saat menahan marahnya pada saya. Ah!

Saya menulis ini bukan kerana mengenangnya, tidak, saya ingin kalianpun banyak belajar darinya, seperti saya. Dia selalu mengajarkan saya mendoakan orang-orang yang jahat kepada saya. Dia bilang "Kalau orang jahat pada kita, doakan mereka kebaikan. Doakan semoga Allah lembutkan hati mereka, Allah mampukan kita memaafkan mereka. Doakan yang baik, sebab ketika kita berdoa, malaikat juga mendoakan kita, semoga denganmu demikian. Jadi kalau kamu mendoakan orang sukses, malaikat juga doakan kita sukses. Percaya deh." Ah! You too sweat.

Saya adalah orang yang sulit dikritik. Tapi dia adalah pengkritik yang baik. Pernah saya mengeluh karena sulit mencari kerja, dia hanya mengatakan "Perkuat dhuhamu sayang." Saya membantah, karena pada saat itu saya sedang rutin menunaikan solat dhuha. Kemudian dia menambahkan nasihatnya,"Kalau begitu, perbanyak sedekahmu." Saya bertambah marah, tidak menerima kritik sama sekali. Kita sering mengadakan bakti sosial bersama, itu bagian dari sedekah bukan? Saya kesal, kritiknya sama sekali tidak menenangkan. Dia tidak membantah. Tapi esok harinya dia datang ke rumah dan membawa beberapa buku tulisan ustad Yusuf Mansur mengenai sedekah, dia ingin saya membacanya sendiri. Dia tau saya suka membaca, dan dia paham menasehati saya dengan cara yang saya suka.

"Kalau kamu ingin sesuatu, sholawat yang banyak." Dan dia adalah teman saya berputar perumahan mahal untuk sekedar sholawat disana.

Dia, panutan terbaik saya untuk menunaikan solat tepat pada waktunya, dimanapun kita berada. Setiap kali kita di jalan dan mendengar azan, dia selalu langsung membelokkan mobilnya di mesjid, tidak menunggu nanti-nanti. Saya malu Tuhan kirimkan orang sepertinya.

Dia, bukanlah ahli alquran yang hafalan surat panjangnya di luar kepala. Tapi, dia adalah orang yang rajin sekali ibadah sunnah. Pernah suatu ketika saat saya mengajak dia bersama teman-teman dekat saya berbuka puasa bersama di suatu kafe, dialah yang beranjak lebih dulu ke mushola untuk menunaikan solat isya. Saya mengikuti dari belakang. Jika tak ada dia, saya rasa mungkin saya juga akan meninggalkan solat seperti teman-teman saya yang lain yang masih sibuk bersenda gurau, menunda sampai pulang ke rumah krn waktu isya masih panjang. Lalu kita solat bersama. Setelah saya melipat mukena, dia masih berdiri. "Kamu mau solat apalagi? Badiyah?" Badiyah adalah solat sunah setelah solat wajib. "Tarawih, kalau nunggu pulang pasti kemaleman, aku ga akan sempat solat ujungnya." Ah, calon suami akuuuuuuu, dalam hati. Padahal tidak semua orang akan berpikiran sepertinya, contohnya teman-teman saya yang justru mengejek dia karena solat tarawih di mushola kafe.

Dia selalu menjaga saya, melindungi saya, menginginkan saya menjadi lebih baik. "Put, kita kadang dinilai orang dari penampilan. Dari cara kita memilih pakaian. Kalau kamu pakai kerudung asal-asalan, orang lain juga berpikir niat kamu asal-asalan. Tapi kalau kamu pakai kerudung rapih, tertutup, orang akan menghormati kamu. Kamu sudah berniat menutup aurat? Pakailah, sayang niatmu." Itulah tegurannya saat saya meminta izin membuka kerudung di depannya, meskipun di dalam rumah.

Pernah, saya berkeluh kesah padanya. "Aku ga tau apa nanti aku bertemu yang baik seperti kamu lagi." Dia mendengus mendengar saya berbicara seperti itu. "Aku bukan nabi, aku juga banyak kekurangan. Kita punya rencana, Allah juga punya rencana. Tugas aku mengingatkan kamu menjadi lebih baik setiap harinya, begitupun kamu. Tugas kita selanjutnya tetap menjadi baik, menjadi orang terhormat, Allah pasti mempertemukan kita juga dengan orang baik. Kalau bukan aku, pasti akan ada orang baik lainnya."


Trimakasih Tuhan telah mengenalkannya kepada saya. Trimakasih Tuhan telah mengirimkan kebaikan-kebaikan lewatnya. Saya bersyukur, dan saya beruntung.
Hei, dimanapun kamu berada sekarang semoga Allah selalu membukakan pintu rezekinya padamu, Allah sempurnakan iman dan akhlakmu, Allah pertemukan kau dengan separuh agamamu. Trimakasih. Trimakasih. Saya menutup buku.

Ah, semoga kita telah saling memaafkan.


No comments:

Post a Comment